Kamis, 10 November 2011

TRAKTAT INTERNASIONAL SUMBERDAYA GENETIK TANAMAN PANGAN DAN PERTANIAN


A. TUJUAN
Traktat Internasional merupakan perjanjian multilateral yang secara hukum mengikat seluruh negara yang menandatanganinya. Penandatanganan traktat ini terbuka bagi negara-negara anggota FAO maupun diluar FAO sampai 4 November 2002, dan akan membentuk kerangka kerja yang baru dan mengikat untuk kerjasama di bidang sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian. Negara-negara yang meratifikasi traktat sampai tanggal tersebut akan duduk sebagai dewan pengelola. Sampai saat ini Indonesia masih belum meratifikasi Traktat Internasional.
Tujuan dari Traktat Internasional adalah sejalan dengan konvensi keanekaragaman hayati, yaitu untuk pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian secara berkesinambungan dan pembagian keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya genetik secara adil dan merata, untuk pertanian berkelanjutan dan keamanan pangan.
B. Sistem Global Sumberdaya Genetik Tanaman
Perkembangan sistem global sumberdaya genetik tanaman dimulai pada tahun 1983 dengan dibentuknya Komisi Sumberdaya Genetik Tanaman (sekarang bernama Komisi Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian). Tujuan sistem global ini adalah untuk menjamin konservasi yang aman , dan mempromosikan ketersediaan dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya genetik tanaman dengan menyediakan kerangka kerja yang fleksibel dalam pembagian keuntungan dan beban. Komisi ini bersama dengan kolompok kerja teknis antar pemerintah bertugas memonitor dan mengkoordinasikan perkembangan sistem global ini. Elemen kunci dalam sistem global ini adalah:
· Laporan mengenai kondisi (status) sumberdaya genetik dunia
· Rencana Aksi Global untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian
C. Multilateral Sistem untuk Akses dan Pembagian Keuntungan
Melalui traktat, negara-negara pihak sepakat untuk membentuk sistem multilateral yang efektif, efisien dan transparan untuk memfasilitasi akses terhadap sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian dan pembagian keuntungan dengan cara yang adil dan merata. Sistem multilateral ini telah mempersiapkan lebih dari 64 tanaman utama dan hijauan untuk dapat dipertukarkan. Dewan pengelola Traktat, yang terdiri dari Negara-negara yang telah meratifikasi Traktat, akan menerapkan perangkat peraturan untuk akses dan pembagian keuntungan tersebut dalam “Material Transfer Agreement” (MTA).
Sumberdaya dapat diperoleh dari sistem multilateral pemanfaatan dan pemeliharaan dalam riset, breeding dan training. Ketika sumberdaya tersebut dikembangkan menjadi produk komersial,maka Traktat akan mendapatkan pembayaran sebagai bagi hasil dari keuntungan material yang diperoleh, jika produk tersebut tidak dapat digunakan tanpa batas oleh pihak lain, untuk penelitian lebih lanjut dan breeding. Jika pihak lain dapat menggunakannya, pembayarannya sukarela.
Traktat juga mendapatkan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian melalui pertukaran informasi, akses dan transfer teknologi, dan pembangunan kapasitas. Diperkirakan juga strategi pendanaan untuk memobilisasi dana untuk kegiatan,rencana dan program untuk membantu petani kecil di negara-negara berkembang. Strategi pendanaan juga termasuk pembagian dari keuntungan moneter yang dibayarkan dibawah sistem multilateral.
C.1 Alternatif Kebijakan Nasional dan Peraturan tentang Akses terhadap Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan dan Pertanian
Akses terhadap sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian harus dilakukan dengan mempertimbangkan pembagian keuntungan yang adil, dari produk yang dihasilkan. Konvensi keanekaragaman hayati tentang akses terhadap sumberdaya genetik telah memuluskan jalan untuk peraturan nasional yang mengatur akses terhadap sumberdaya genetik. Walaupun masing-masing Negara memiliki peraturan yang berbeda, tetapi peraturan tentang akses terhadap sumberdaya genetik dimasa depan harus juga mempertimbangkan masuknya peraturan baru dan kebijakan yang memperjelas lembaga-lembaga mana dari suatu negara yang yang berwenang dan bertanggungjawab untuk memberikan akses terhadap sumberdaya genetik yang dimilikinya dan atas dasar apa. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu ketentuan bagi kegiatan bioprospeksi serta perangkat untuk pemantauannya.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain: perkiraan tentang besarnya permintaan akses di masa depan, pengalaman yang telah dimiliki sebagai sumber dari sumberdaya genetik, nilai sumberdaya genetik yang diketahui, hak milik dan kepemilikan lahan, lembaga pengatur, pemisahan lahan konservasi, kemampuan untuk memberi nilai tambah terhadap sumberdaya genetik , serta kemampuan teknik administrasi dan financial untuk menciptakan dan mengantisipasi program pengaturan (Moeljopawiro, 2000).
Sebagai tambahan alternative kebijakan dan peraturan baru yang mencakup sumberdaya genetik, harus dipertimbangkan mana yang dapat dicakup oleh suatu peraturan. Hal ini berkaitan dengan asal dari sumberdaya genetik yang dapat diperoleh dari sumber in-situ dan ex-situ, baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat, termasuk juga yang berasal dari kawasan hutan lindung maupun bukan. Pemanfaatan dan pertukaran sumberdaya genetik untuk keperluan ekonomi, keagamaan dan kebudayaan dari masyarakat daerah dan penduduk asli juga harus dipertimbangkan.

C.1.1. Menetapkan Pusat Kontak
Dalam memetapkan lembaga yang akan memproses aplikasi untuk akses terhadap sumberdaya genetik, diperlukan pertimbangan pada tingkat pemerintah. Pendekatan yang paling sederhana bagi suatu Negara ialah dengan menciptakan suatu organisasi pemerintah yang bersifat antar departemen yang anggotanya merupakan wakil-wakil dari departemen sektoral lembaga yang terkait dengan keanekaragaman hayati dan pembagian keuntungan, yang dilengkapi dengan peraturan tentang komisi penasehat yang beranggotakan kelompok pakar dan perseorangan. Akan lebih baik juka badan pemberi ijin dan badan pelaksana kegiatan adalah independen.
Proses penetuan akses melalui ijin koleksi mensyaratkan pengguna untuk mendapatkan ijin sebelum melakukan akses. Hal ini merupakan manifestasi hak dari suatu negara terhadap sumberdaya genetik yang ada di wilayahnya. Ijin dapat berisi persyaratan akses, khususnya mengenai konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan dan perjanjian pertukaran bahan (MTA) dengan menyebutkan hak dan kewajiban dari semua pihak, dan pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama.
C.1.2. Sistem Perijinan Akses
Banyak negara berkembang yang sekarang ini menghadapi berbagai masalah seperti: siapakah sebenarnya yang menjadi pendukung suatu proyek penelitian, atau siapakah kolektor atau pengamat yang akan mempergunakan temuan-temuannya untuk tujuan komersial. Apabila ada jaminan penyediaan bahan, bagaimana mengatur jumlahnya agar tidak merusak ekosistem.
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam perijinan akses, termasuk pentingnya sumberdaya terhadap program nasional yang strategis, pembatasan koleksi dan ekspor khususnya yang berkaitan dengan status konservasi dan spesies langka, partisipasi penelitian dan publikasi, duplikat dari contoh yang disimpan di musium dan herbarium nasional, transfer teknologi, royalti dan biaya akses, kepemilikan sampel dan turunannya dan hak atas kekayaan intelektual, pembatasan transfer ketiga, persyaratan pelaporan dan pelacakan dan perijinan.
Dalam banyak hal kita tidak mungkin mengatasi pertukaran bahan genetik secara ilegal. Amikroba dapat diperoleh dari tanah yang kurang dari segenggam. Gen dapat diklon dari DNA atau RNA dalam jumlah sangat sedikit yang diisolasi dar bahan biologi, yang dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam amplop surat. Gen tidak memiliki label yang menunjukkan negara asalnya, begitu diklon tidak dapat dilacak negara asalnya.
Sebagai imbalan dari akses kepada sumberdaya genetik, mitra industri harus setuju dengan pembagian keuntungan adil dan berimbang dalam bentuk intelektual dan moneter; implementasi metoda koleksi dan produksi yang berpengaruh minimum terhadap keanekaragaman hayati; serta penerapan praktek bioprospeksi yang berimbang guna penelitian lebih lanjut tentang penyakit daerah tropis dan masalah-masalah yang khususnya berkaitan dengan negara berkembang.
Agar bioprospeksi dapat dapat terlaksana sesuai dengan tujuan, yaitu konservasi keanekaragaman hayati serta memberikan keuntungan sosial ekonomi dari pemanfaatan produk keanekaragaman hayati harus ada kerangka kerja bioprospeksi yang memadai, serta dimengerti dan ditumbuhkembangkannya hubungan antara sumberdaya genetik dengan empat faktor berikut ini (1) kebijakan makro, (2) inventarisasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan informasi (3) akses teknologi, dan (4) pengembangan bisnis dan perencanaan strategis.
Sebagai landasan untuk dapat menghasilkan keuntungan daru sumberdaya genetik yang dimiliki adalah kebijakan makro. Kebijakan makro ini berupa satu set peraturan pemerintah dan internasional, hukum dan insentif ekonomi yang menentukan pola penggunaan lahan, akses dan pengaturan sumberdaya genetik, hak atas kekayaan intelektual, promosi teknologi, keamanan hayati dan pengembangan industri.
Pada tingkat internasional, Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi, seperti Konvensi Keanekaragaman hayati (CBD), GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan TRIPs (Trade Related Intelectual Property Rights). Dalam konvensi tersebut dibangun antara lain hubungan dan prosedur tentang pertukaran sumberdaya genetik antar negara.
Pada tingkat nasional Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian antara lain mengatur tentang pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Selain itu apabila belum ada perlu dibuat peraturan mengenai hak milik dan kepemilikan atas tanah, pemanfaatan sumberdaya, hak atas kekayaan intelektual dan kemampuan industri.
C.2.Skema Benefit-Sharing (Pembagian keuntungan) atas Komersialisasi SDGPP
Pembagian keuntungan atas pemanfaatan SDGPP Secara komersial didasarkan pada asas adil dan merata. Skema penyusunan pembagian keuntungan bagi Phak-pihak yang terkait dengan pembagian keuntungan tersebut adalah:
a. Pihak Utama, yang terlibat baik sebagai penyedia (provider) maupun pengguna antara lain:
i. Pemerintah, baik tingkat nasional, regional dan lokal
ii. Universitas dan lembaga penelitian
iii. Sektor privat/ swasta
iv. Lembaga non profit (LSM)
v. Komunitas lokal / Masyarakat asli
b. Prioritas Ekosistem, spesies dan sumberdaya genetik
c. Tipe pembagian keuntungan, yang meliputi jenis kesepakatan, kerjasama dan hubungannya berdasarkan:
i. Kesepakatan jangka pendek atau panjang
ii. Terdiri atas perjanjian tertulis/ kontrak lisan/persetujuan/kesepahaman juga termasuk payung kesepakatan maupun detil kesepakatan.
iii. Merupakan persetujuan individual, komunal atau kesepakatan publik
iv. pemanfaatan sumberdaya genetik merupakan kebijakan/peraturan di tingkat nasional, regional ataukah lokal.
v. Relevansinya dengan konvensi, Undang Undang, Peraturan pemerintah atau peraturan lainnya.
d. Deskripsi dari status ekosistem, spesies, keanekaragaman hayati berkaitan dengan aktivitas dan penyusunan skema pembagian keuntungan, yang mencakup:
· Sumberdaya biologi yang dipertanyakan, termasuk ancaman, tekanan dan kecenderungan maupun penyebab khusus, penggunaan dan pengelolaan
· Lingkungan fisik dimana sumberdaya biologi tersebut berada, termasuk faktor-faktor yang disebutkan diatas
· Struktur organisasi dan institusi komunitas lokal termasuk juga proses pengambilan keputusannya (sejauh komunitas tersebut bukan yang termasuk pihak utama yang disebutkan diatas sebagai stakeholder dalam pembagian keuntungan).
· Kerangka kerja regional, nasional atau lokal harus dideskripsikan juga.
C.2.1. Tujuan Penyusunan Skema Pembagian Keuntungan
Pemaparan alasan dan tujuan untuk berbagai pihak untuk dimasukkan dalam penyusunan pembagian keuntungan, meliputi:
a. Tujuan/motivasi utama, antara lain:
· Financial
· Akses terhadap sumberdaya genetik (termasuk system proteksi dan hak kepemilikan)
· Akses kepada ilmu pengetahuan, inovasi, dan teknik (temasuk pertukaran informasi)
· Peningkatan pemahaman dan kesadaran
· Akses terhadap riset dan training
· Kerjasama ilmiah dan teknis
· Komersialisasi atau perdagangan
· Perlindungan lingkungan hidup
b. Apakah penyusunan pembagian keuntungan mempunyai kontribusi pada tujuan jangka panjang seperti: perkembangan social dan ekonomi, keamanan dan kesejahteraan, keamanan pangan, perdagangan dan perlindungan lingkungan hidup.
c. Jika memungkinkan, motivasi utama dapat merujuk pada salah satu tujuan konvensi keanekaragaman hayati (CBD), yaitu konservasi, pemanfaatan berkelanjutan dan persamaan, atau kewajiban khusus kkh, seperti keputusan dan rekomendasi.
C.2..2. Isi dan Implementasi Penyusunan Pembagian Keuntungan.
Dipaparkan aktivitas yang relevan terhadap implementasi dari penyusunan pembagian keuntungan
a. Perbedaan input, kontribusi, aksi dan tanggungjawab, hak dan kewajiban dari setiap stakeholder (penyedia dan pengguna). Kontribusi dapat mencakup:
· Bantuan reset
· Sampel/akses sumberdaya genetik tanaman/hewan/mikroba
· Informasi/pengetahuan tentang ekosistem/sumberdaya genetik
· Kesehatan dan kesejahteraan
· Uang,modal,pasar dan pekerjaan
· Suplai pangan
· Perlindungan lingkungan
b. Perbedaan pembagian keuntungan dari tiap-tiap pihak (stakeholder) diturunkan dari penyusunan tersebut, termasuk bagaimana keuntungan diidentifikasikan dan dinilai (indikator dan proses), termasuk
· Keuntungan langsung/tidak langsung
· Jangka pendek/panjang
· Moneter/non-moneter
· Individual/publik
c. mekanisme pembagian keuntungan
C.2.3. Dampak terhadap Konservasi
a. dampak apa yang mungkin muncul dari kegiatan (actual atau potensial) terhadap konservasi keanekaragaman hayati:
· terhadap keanekaragaman genetik dan spesies
· ekosistem secara umum
· spesies paling penting/utama (indicator, ekonomis atau kultural)
b. Bagaimana dampak tersebut diidentifikasikan dan dikaji (indikator, proses).

D. Perlindungan Hak-hak Petani

Traktat mengakui kontribusi yang luar biasa dari petani dan komunitasnya yang telah melakukan konservasi terus menerus dan mengembangkan sumberdaya genetik tanaman. Ini adalah dasar dari perlindungan terhadap hak-hak petani, termasuk pengetahuan tradisional dan hak atas kesetaraan pembagian keuntungan dan dalam pembuatan keputusan di tingkat nasional tentang sumberdaya genetik tanaman. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengimplementasikan hak-hak tersebut.
Semua pihak akan mendapatkan keuntungan dari Traktat Internasional dengan berbagai jalan.
· Petani dan komunitasnya, melalui hak-hak petani
· Konsumen, karena keanekaragaman pangan dan produk pertanian yang lebih besar dan meningkatnya keamanan pangan
· Komunitas ilmiah, melalui akses kepada sumberdaya genetik tanaman sangat krusial untuk penelitian dan pemuliaan tanaman.
· Pusat Penelitian Pertanian Internasional (IARC), keamanan koleksi Traktat terjamin dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar